Sepanjang era pandemi Covid-19 tahun ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sangat minim melibatkan stakeholder pendidikan untuk berdiskusi membahas permasalahan yang harus diselesaikan. Apalagi banyak program juga yang muncul di tengah pandemi. 

Hal ini, menurut Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Anggi Afriansyah akan menimbulkan kebingungan di tengah masyatakat. Dialog lembaga pemerintah dengan masyarakat dinilainya sangat kurang.

“Ketiadaan dialog tentu akan membuat banyak kebijakan ini misleading,” jelasnya dalam webinar Refleksi Akhir Tahun 2020 Bidang Pendidikan, Minggu (27/12).

Menurut dia, selama ini kebijakan pendidikan belum dibangun sebagai ruang dialog. Meskipun di awal Mendikbud melaksanakan itu, namun seiring berjalannya waktu, tidak ada dialog sama sekali dengan pemangku kepentingan.

“Ternyata dalam pelaksanaannya itu tidak optimal. Saya sih berharap pendidikan ini harus lebih banyak melibatkan berbagai pihak, karena meskipun sudah ada jargon gotong royong, tapi tentu saja itu tidak cukup,” jelasnya.

Kemendikbud pun harus mampu mengorkestrasi mesin birokrasinya di daerah dan mengajak berbagai organisasi pendidikan, non government organization (NGO) hingga ormas keagamaan yang selama ini telah ikut membangun dunia pendidikan Indonesia.

“Kalau teman-teman datang ke Indonesia Timur yang banyak berkontribusi, misalnya ormas keagamaan, kalau teman-teman datang ke masyarakat adat yang banyak berkontribusi NGO yang sebetulnya tidak bergerak di pendidikan. Mereka yang harus banyak dirangkul,” imbuhnya.

Oleh karena itu, ini menjadi pekerjaan rumah berat Kemendikbud, yakni menggandeng para pelaku di bidang pendidikan untuk bisa bekerja sama melewati masa sulit ini.

sumber