Majelis Wali Amanat (MAW) Universitas Sumatera Utara (USU) resmi melantik Muryanto Amin menjadi Rektor USU Periode 2021-2026 di Jakarta, pada Kamis (28/1). Ia dilantik ditengah isu plagiarisme yang dituduhkan padanya hingga dijatuhi sanksi etik reckor USU sebelumnya.

Sebagai informasi, Muryanto diduga melakukan praktek self plagiarism atau pemakaian kembali karya sendiri. Kasus ini muncul saat proses kenaikan pangkat dari lektor kepala menjadi guru besar.

Usai pelantikan, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nizam menjelaskan duduk persoalan yang terjadi. Ia mengatakan, bahwa mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik USU itu dilantik usai dinyatakan tidak terbukti melakukan tindakan plagiarisme. ’’Apa yang dilakukan Pak Muryanto Amin tidak bisa dikategorikan plagiasi. Tapi yang terjadi penerbitan ulang dari karya beliau,’’ tuturnya.

Hal tersebut, kata dia, didasarkan dari hasil pendalaman yang dilakukan oleh tim reviewer independen yang dibentuk untuk menganalisa kasus tersebut. Dari hasil kajian tim yang terdiri dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, dan Universitas Negeri Semarang, Muryanto dinyatakan tidak memenuhi unsur-unsur plagiasi sebagaimana yang ada dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (permendiknas) No.17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi.

Bila merujuk pada pasal 1 angka 1a Permendiknas 17/2010, plagiasi ini diartikan merupakan sebuah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah. Bisa dengan mengutip sebagian atau seluruh karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai. ’’Menurut analisa tim, Pak Muryanto tidak melakukan self-plagiarism karena akses dari karya yang ia terbitkan ulang terbuka atau open access. Artinya, hak cipta dari karya ada di penulis bukan pada penerbit,’’ paparnya.

Hal itu bisa menjadi pelanggaran hak cipta jika sesorang sudah menerbitkan publikasi pada salah satu jurnal dan copyright diserahkan ke penerbit, namun dipublikasikan kembali melalui penerbit lain. Kondisi tersebut dapat dikatakan terjadi pelanggaran copyright.

Dalam kasus Muryanto, menurut dia, yang terjadi adalah penerbitan ulang atas suatu karya. Namun open access dan sudah ditarik kembali salah satunya. ”Jadi penulis kan kadang-kadang dalam menerbitkan karya itu mengirim ke beberapa publisher ya. nah, dalam hal ini dua-duanya terbit, tapi satu sudah dicabut,” jelas Nizam.

Sehingga, lanjut dia, surat penjatuhan sanksi rektor USU sebelumnya dirasa tidak berdasar. Karena memang tidak terbukti melakukan pelanggaran plagiasi maupun copyright.

Nizam sendiri turut menyayangkan seringnya kasus plagiasi muncul dalam bursa pencalonan rektor. Dia berharap, saat pencalonan beberapa kandidat dan sudah mengerucut, seluruh pihak bisa saling mendukung. ’’Bukan malah dicari-cari kesalahannya. Dengan begitu, bisa lebih mudah bersinergi untuk menjalankan tugas dalam di perguruan tinggi nantinya,’’ tuturnya. (*)


sumber


Homeschooling - Bimbel Les Privat - UTBK Kedokteran PTN - Kuliah Online - PKBM ✅