Disabilitas fisik tidak menghalangi Ben Lou menjadi seorang yang luar biasa di matematika. Pemuda 18 tahun di San Diego, California, Amerika Serikat ini beberapa waktu lalu bahkan diterima di tiga universitas: Harvard, Caltech, dan Massachusetts Institute of Technology (M.I.T.). Pemuda asal Poway ini lahir dengan kondisi genetik yang disebut spinal muscular atrophy (SMA). Hal ini membuatnya membutuhkan bantuan dari orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Meski begitu, sejak awal masa remaja, Lou sudah berhadapan dengan siswa yang jauh lebih tua dalam berbagai kompetisi matematika, serta kamp matematika di seluruh dunia.

Dilansir dari The San Diego Union-Tribune, Senin (21/6/2024), kecakapannya soal angka dan skor SAT (Scholastic Assessment Test) yang nyaris sempurna, membuatnya mendapatkan tempat di tiga universitas terkemuka di AS, bahkan di dunia.

Lou pun menjatuhkan pilihannya di M.I.T., di mana dia akan memulai kelas secara daring pada musim gugur tahun ini.

Lou mengatakan bahwa dia bermimpi kuliah matematika, fisika, dan biologi, dengan harapan mampu merancang produk pembantu penyandang disabilitas seperti dirinya, agar bisa lebih mandiri.

"Anda harus mencicipi banyak hal berbeda dan keluar ke dunia," kata Lou. "Anda tidak selalu memang. Anda sering gagal. Namun Anda akan melihat ke belakang setelah bertahun-tahun dan menyadari Anda akan sukses."

Jalani Empat Operasi Besar

Sang ibu, Jenny Huang, mengatakan bahwa anak bungsunya ini sempat tidak pernah bergerak atau menendang rahim saat masih berada dalam kandungannya.

Usai dilahirkan, putranya itu bahkan tidak bisa menahan beban di kakinya, atau duduk di baby walker. Tidak sampai saat dia berusia setahun, Lou pun didiagnosis SMA.

Lou pun sudah menjalani empat operasi besar karena ototnya tidak bisa menopang berat badannya. Selain itu, dia juga membutuhkan latihan peregangan, pijat, dan terapi fisik setiap hari.

Ia juga butuh bantuan untuk bangun dari tempat tidur, masuk dan keluar dari kursi roda bermotornya, makan, mandi, serta menggunakan kamar mandi. Namun, Lou tidak membutuhkan banyak bantuan dalam hal pendidikan.

Seiring bertambahnya usia, Huang lalu beralih ke home-schooling. Namun karena tidak tertantang dengan pelajaran setingkat kelasnya, Lou mulai mendapatkan pelajaran dengan sumber pembelajaran lain secara daring.

Di kelas empat, Lou sudah mempelajari kalkulus. Karena keterbatasan tangannya dan membuatnya sulit menulis, Lou banyak memecahkan masalah matematika hanya dalam kepalanya.

tahun 2014, ia memenangkan medali emas di World Math Team Competition di Cina. Tiga tahun kemudian, ia menjadi satu dari 250 siswa sekolah menengah Amerika yang diundang untuk berkompetisi di United States of America Math Olympiad.

Diterima di Tiga Universitas Ternama

Selama tiga musim panas terakhir, dia memenuhi syarat untuk berpartisipasi di Mathcamp Kanada/AS. Dia juga mendapatkan nilai matematika 800 yang sempurna di SAT.

Lou sempat khawatir dirinya tidak bisa kuliah karena kebutuhan perawatannya. Namun saat pandemi, mulai banyak universitas yang menawarkan kelas daring.

Musim gugur lalu dia mendaftar ke empat universitas dan masuk ke tiga di antaranya. Dia memilih M.I.T. karena mengenal beberapa mahasiswa disana dan menyukai kreatifitas dari program mahasiswa universitas tersebut.

Lou pun berencana menghabiskan tahun pertamanya sebagai siswa kelas daring.

Namun dia ingin hadir secara langsung pada musim gugur tahun 2022. Ini juga akan memberi orangtuanya waktu untuk memikirkan bagaimana membayar biaya perawatan medis dan peralatan yang ia perlukan.

Huang berencana untuk pindah ke Boston bersama Lou dan menjadi pengasuhnya di sana sampai dia lulus. Dia berharap dapat menemukan hibah dan beasiswa untuk membantu menutupi kebutuhan perawatan ekstranya di kampus.

"Kami mencoba meyakinkan perguruan tinggi bahwa ini adalah investasi," kata Huang.

Lou pun berharap suatu hari dia bisa membayar sendiri perawatannya secara penuh dan memberikan istirahat bagi sang ibu. "Saya berharap kedepannya saya bisa lebih mandiri."

Sumber